Home Artikel Ada Apa dengan PSE Lingkup Privat ?

Ada Apa dengan PSE Lingkup Privat ?

321
2

Sebelum kita berdiskusi dengan intens terkait polemik di seputar pendaftaran PSE, tentu wajar jika kita sedikit berkenalan dengan apa yang dinamakan PSE ya.

Singkat cerita PSE adalah akronim dari Penyelenggara Sistem Elektronik, dimana sistem elektronik merupakan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi untuk mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

Kepanjangan dan definisi dari PSE sendiri adalah Penyelenggara Sistem Elektronik.

Definisi PSE berdasarkan pasal 1 ayat (4) PP 71/2012 adalah setiap orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama- sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PSE merupakan pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat yang dapat dilakukan untuk pelayanan publik atau non-publik.

Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan PSE, eloklah kiranya jika kita mulai mendiskusikan topik yanv tengah menghangatkan jagat virtual tanah air: pendaftaran PSE dan sangsi pemblokiran bagi yang mengabaikannya.

Baik, mari kita bahas soal pemblokiran PSE yang secara resmi belum mendaftar ya. Konsep dan dasar penegakan hukum terkait pendaftaran sebenarnya sudah dirancang cukup matang. Kurang lebih sudah 3 tahun malah.
Pendaftaran PSE Lingkup Privat ini diatur dalam PP No 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Pemenkominfo No 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Artinya sebenarnya ada jeda waktu yg cukup panjang untuk mensosialisasikan, mengedukasi, juga melakukan pendekatan persuatif pada pegiat dan penyedia jasa.

Paypal misalnya, tentu melihat Indonesia sebagai pasar transaksi jasa keuangan yg sangat potensial. Tetapi ternyata selain persoalan PSE ada juga masalah perizinan dari BI selaku regulator moneter dan OJK sebagai lembaga pengawas transaksi jasa keuangan. Tentunya tujuan dari regulasi yg dirancang dan diterapkan itu adalah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Tetapi tentu ada berbagai catatan, apakah ada sosialisasi dan edukasi yang memadai terkait program tersebut ? Apa dampak signifikan yang dapat dirasakan sebagai benefit stakeholder yang terkena aturan ? Keamanan berusaha, revenue yang objektif bagi negara dari penyelenggaraan jasa (misal aplikasi OTT), juga ada tidaknya peningkatan fasilitasi dan iklim usaha bagi penyelenggara jasa ? Multi benefit inilah yang akan berkelindan dengan motivasi dan kepatuhan.

Orang tentu punya motif dalam upaya untuk melaksanakan suatu kewajiban. Karena effort atau daya itu memiliki unit energi yang dapat dikonversi menjadi unit ekonomi dengan nilai transaksional.

Regulasi harus dapat mengakomodir itu agar bisa diterima dan dijalankan dengan patuh. Saran saja, untuk mengakselerasi serta mengharmonisasi berbagai kepentingan dalam spektrum model bisnis yang terkanalisasi dalam satu wadah bergenre sama (telekomunikasi dan informatika), ada baiknya dikembangan suatu model Regulatory Sandbox yang tidak semata ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan perizinan dan uji validasi produk inovasi dari perusahaan rintisan, melainkan juga untuk menjadi ruang katalis yang dapat memfasilitasi interaksi antara kepentingan bisnis entitas terkait, dengan negara sebagai pemegang kedaulatan dan penjaga keselamatan bangsa selaku regulator yang berhak dan wajib mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi, serta tentu saja kepentingan masyarakat sebagai pengguna produk ataupun jasa terkait.

Peran kontributif dari stakeholder yang secara definisi adalah semua pihak dalam masyarakat, termasuk individu atau kelompok yang memiliki kepentingan atau peran dalam suatu perusahaan atau organisasi yang saling berhubungan dan terikat. Dimana menurut KBBI, stakeholder adalah pihak yang memiliki kepentingan atau pemangku kepentingan suatu perusahaan atau organisasi. Menjadi sangat krusial.

Mengingat muara dari regulasi, evaluasi, sampai sangsi yang diterapkan tentulah bagian dari upaya konstruktif untuk mengakomodir kepentingan stakeholder terkait. Untuk itu tentu perlu metoda pertimbangan dan komunikasi yang dapat menciptakan orkestrasi antara regulasi dengan rencana aksi yang bekerja di berbagai model komunikasi dan interaksi.

Di sisi lain, dinamika global yang telah diprediksi sejak sekitar tiga dasawarsa lalu oleh Kenichi Ohmae, seorang futurolog yang jenial, adalah adanya trend atau kecenderungan teciptanya fenomena borderless world, dimana dunia tanpa batas adalah sebuah keniscayaan yang pasti akan terjadi. Dimana aturan dan regulasi nasional, lokal, ataupun regional (kawasan) adalah sebentuk border administratif yang juga akan terdampak pada semangat komunal global yang memiliki kecenderungan untuk menyatukan platform kepentingan menjadi semacam universal values yang bersifat egaliter dan diharapkan dapat mengoptimasi kesetaraan dan saling pengertian dalam berbagai bentuk dan model interaksi ummat manusia.

Tentu perkembangan berdinamika tinggi tersebut memerlukan wahana atau platform akomodatif yang berstandar global serta dapat menjamin batasan hak dan kewajiban saat suatu produk entitas tertentu bersifat lintas batas dan memerlukan adanya fungsi koordinasi secara terintegrasi.

Beberapa fungsi peradaban (society) seperti jasa perbankan, layanan pemanduan lalu lintas udara pada domain penerbangan, navigasi pada sektor transportasi laut, sampai standarisasi data dan protokol transfer di bidang kesehatan dapat menjadi uses cases yang baik dan dapat direplikasi.

Di bidang kesehatan ada FHIR dari HL-7, sementara di sektor transportasi udara ada standar dan protokol ICAO yang merupakan sebentuk konsensus dalam konstruksi regulasi untuk menjamin teroptimalisasinya fungsi terkait dengan produk atau jasa yang dikenai aturan.

Artinya esensi dari proses pendaftaran dan pemblokiran ada baiknya jika menjadi bagian dari standar regulasi global yang bersifat universal dan tinggal diturunkan dalam bentuk aturan operasional yang langsung dapat diakomodasi oleh negara atau wilayah terkait, lengkap dengan berbagai skenario implementasinya sendiri.

Pesatnya perkembangan teknologi menuntut perkembangan yang seirama di berbagai sektor yang berkelindan dengan berbagai proses dan produk yang dihasilkannya. Ada aturan lama yang tidak lagi relevan meski masih diberlakukan, dan ada berbagai potensi pengembangan regulasi agar sesuai dengan kebutuhan produk dan sistem yang dapat diterapkan secara berkelanjutan dengan model tumbuh yang berkesinambungan.

Dalam terminologi hukum dikenal kriterium waktu berlakunya suatu aturan atau dasar hukum (Sudikno Mertokusumo, 1988), yaitu:

  1. Ius Constitutum

Yaitu hukum yang berlaku di masa sekarang, digunakan sebagai panduan dan aturan saat ini sesuai dengan kondisi dimana panduan hukum terkait diperlukan.

Ius constitutum adalah hukum yang telah ditetapkan, digunakan sebagai dasar, dan diterapkan dalam konteks hukum positif (kumpulan azas dan kaidah hukum tertulis yang ada pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia).

  1. Ius Contituendum

Yaitu hukum yang dicita-citakan (masa mendatang).

Dalam Glossarium hukum disebutkan bahwa ius constituendum adalah hukum yang masih harus ditetapkan; hukum yang akan datang. Hukum atau aturan yang dapat mengakomodir dinamika perubahan dalam berbagai aspek dan sendi kehidupan.

Untuk itu kita semua perlu secara bijak berdiskusi dan mempelajari kembali berbagai hal terkait dinamika perkembangan peradaban, termasuk produk berbasis teknologi di dalamnya, agar dapat merumuskan berbagai aturan yang adaptif, fleksibel, serta mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan yang memerlukan kehadiran aturan sebagai piranti penjamin terciptanya pemenuhan hak dan kewajiban stakeholder di dalamnya.

Maka diskursus (diskursus atau wacana adalah suatu bentuk komunikasi baik secara lisan maupun tulisan terkait data yang bersifat argumentatif serta terstruktur dan dapat menggambarkan suatu kondisi dalam bentuk abstraktif. Salah satu inisiatornya adalah Michel Foucault), terkait PSE sebaiknya dikembangkan dan divektoring ke arah tercapainya kesepakatan komunal lintas sektoral yang bersifat adaptif terhadap perkembangan peradaban serta dapat diberlakukan secara universal.

Untuk itu perlu dilakukan tidak hanya semata proses edukasi dan dispersi informasi, melainkan juga dikembangkannya suatu platform kolaborasi yang dapat menjadi wadah sinergisasi setiap elemen dan potensi dalam konteks penyelenggaraan sistem elektronik. Mungkin dapat mempelajari dan mengadopsi peran dan fungsi ITU ( International Telecommunication Union) yang telah berdiri sejak 17 Mei 1865 dalam memfasilitasi lahirnya berbagai standar telekomunikasi global dan code of conduct dalam berbagai proses interaksi dan kemitraan strategis yang dibangun agar sektor ini dapat berjalan dan berfungsi secara harmonis. 🙏🏿🇲🇨

Previous articlePeradaban, Bahasa, dan Kita
Next articleProgram Belajar Merdeka tapi Bertujuan

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here