Beranda Artikel Peradaban, Bahasa, dan Kita

Peradaban, Bahasa, dan Kita

322
2

Membahas bahasa dan peradaban memang sangat menarik. Bahkan proses menuju era society 5.0 yang digambarkan secara teramat gamblang oleh Prof Yasraf Amir Piliang dalam diagram transformasi teknokulturalnya yang dipresentasikan di event Rating Kota Cerdas Indonesia 2021 belum lama ini menunjukkan bahwa perubahan peradaban dan pertumbuhan kecerdasan yang mendorong transformasi kultural yang menyertainya tak terlepas dari kapasitas pengolahan data dan pemanfaatannya dalam mengakomodir pemenuhan kebutuhan dasar secara efektif dan efisien.

Bahasa sebagai produk peradaban juga memiliki dinamika yang luar biasa. Hal ini sesuai dengan kaidah perkembangan peradaban yang bersifat siklikal. Cakra manggilingan. Selalu lahir produk cendekia baru dari hasil olah akal budi manusia yang memang ditakdirkan bersifat prokreasi. Salah satunya adalah bahasa. Bahkan dari yang semula verbal dan literal, dengan pendekatan semantik dan gramatikal, kini berkembang menjadi coding dan algoritmik konseptual yang menjembatani terlahirnya sistem dan aplikasi yang bersifat fungsional.

Ini seolah menggambarkan bahwa pengetahuan yang dilahirkan proses pemenuhan kebutuhan akan melahirkan suatu fondasi bagi pengembangan yang berorientasi menyempurnakan.

Sebagai contoh fungsi bahasa yang kemudian dapat memicu optimasi sirkuit neuronal di area tertentu untuk menghasilkan kapasitas fungsional dalam rangka membangun kemampuan mengartikulasikan pesan dan memaknai serta memahami pesan yang diterima dan dikirim sebagai perancah suatu proses interaksi yang diperlukan dalam mengonstruksi model komunikasi yang bersifat mutualisma dan komensalis.

Dalam perkembangannya ilmu linguistik bahkan menghasilkan banyak pranata, padan kata, dan hukum-hukum dalam perkara bahasa yang menjadi landas kesepakatan dan rambu agar ada jaminan kepastian bahwa model komunikasi ini dapat menciptakan saling pengertian dan kesetaraan dalam memaknai sebuah pesan. Pesan tak lagi asimetrik karena memiliki panduan yang terbangun dari proses berkecerdasan koloni yang kadang tanpa disadari telah menghasilkan banyak konsensus terkait definisi dan atributisasi serta label yang merepresentasi makna denotatif suatu objek.

Lahir pula kemudian sebagai ikutan ilmu turunan seperti fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang pada dasarnya menjaga esensi fungsi bahasa agar dapat terus menjadi pemantik terjadinya proses komunikasi setara dan adekuat.

Saat ini perkembangan ilmu linguistik bahkan telah mengajarkan kita sampai struktur baku kalimat dan kata (gramatikal), peran dan jenis kata (kerja, benda, sifat), dll. Bahkan di setiap konstruksi budaya ada pula pendekatan lisan dan tulisan dengan pola yang menjadi konsensus spesifik di lokus dan populasi khusus pengguna aktifnya. Dalam tradisi bahasa Yunani misalnya, yang sudah sangat tua, konsep deklensi dalam penggolongan kata benda misalnya, bisa menunjukkan sifat atau karakter khusus benda tersebut. Misal kecenderungan gender seperti feminin atau maskulin.

Sedangkan dalam struktur gramatikal nya ada dikenal penisbatan 3 kelompok gender: feminin, maskulin, dan neuter.

Maknanya apa? Tentu saja ini untuk memudahkan munculnya saling pengertian dengan memandu proses pemaknaan perseptual pada suatu simbol yang dijadikan titik temu dan titik pandu kognisi dalam mengarahkan/memvektoring proses kognisi yang memproduksi definisi.

Secara neuro linguistik sendiri munculnya kesepakatan atau konsensus dalam berbahasa selain melibatkan banyak struktur dan area khusus seperti pembagian Broca dan Broadman yang didalamnya ada aspek pengelolaan memori, sistem auditorik, sistem visual, sistem limbik, motorik, sampai pengaturan gestur yang tentu saja melibatkan secara paralel banyak unsur: PFC (prefrontal cortex), sub kortikal area, lobus temporal, area motorik (premotor dan supplementary motor cortex), sampai hipokampus dan syaraf sentralis.

Juga yang tak kalah penting adalah proses dan mekanismenya. Bagaimana terjadi proses aktivasi area-area khusus tersebut? Apa peran neurotransmiter? Bagaimana dengan konsep neuroplastisitas dan juga epigenetika? Bagaimana dapat muncul konsensus terkait definisi yang melahirkan basis data vokabulari dan juga pranata bahasa yang disepakati sebagai konstruksi ilmu yang menjadi infrastruktur untuk menjamin interaksi setara yang dapat saling memahami dan mengerti?

Sebagian data dan hasil penelitian disajikan dalam artikel berikut, meski dipublikasi pada 2011 tapi secara keseluruhan kandungan informasinya masih sangat relevan dengan perkembangan neurolinguistik saat ini.

https://journals.physiology.org/doi/full/10.1152/physrev.00006.2011

Sedangkan kajian ilmiah keterkaitan perkembangan linguistik dengan aspek genealogi yg bersifat genetik dalam konteks migrasi dan sejarah evolusi manusia Nusantara telah diteliti Prof Herawati Sudoyo dan tim Eijkman, serta menghasilkan beberapa publikasi ilmiah yang tentu sangat berguna bagi kita semua untuk mempelajari konstruksi peradaban dan data sains yang dapat menjelaskan proses serta mekanismenya.

Konsep riset terkait filogenetik (rekonstruksi filogenetik) melalui penelitian peran kromosom Y (haplotip) utk jalur ayah, mtDNA jalur ibu, dan DNA autosomal untuk jejak gabungan, yang diintegrasikan dengan data arkeologi dan linguistik menjadi metoda yang menarik dalam memetakan arus migrasi dan diversitas genetika yang terjadi.

Sementara hasil riset terkait dinamika diversitas genomik di Nusantara bisa disimak di :

https://journals.plos.org/plosgenetics/article?id=10.1371/journal.pgen.1008749

Sedangkan yang berhubungan dengan perkembangan bahasa dari aspek linguistik dapat dibaca di paper riset Prof Herawati Sudoyo et al yang berjudul Coevolution of languages and genes on the island
of Sumba, Eastern Indonesia.

Sementara paper Prof Herawati Sudoyo et al yang tautannya ada di atas dan berjudul:
Genome-wide DNA methylation and gene expression patterns reflect genetic ancestry and environmental differences across the Indonesian archipelago,
menunjukkan bahwa kondisi lingkungan fisik mempengaruhi keragaman genomik. Bisa melalui aspek meteorologi seperti iklim dan cuaca, juga dari sumber makanan dan berbagai aspek geologis di habitat yang didiami populasi terkait.

Maka dengan berbekal berbagai pengetahuan terkait perkembangan bahasa dan peradaban itu, kita dapat memetakan potensi dan mengonstruksi suatu upaya untuk mengoptimasi segenap kompetensi dan kapasitas yang menjadi elemen penting dalam konstruksi peradaban. ??

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini